BUDI UTOMO
Sejarah Berdirinya Budi Utomo
Sebuah perkumpulan bercorak nasionalis pertama di
Indonesia, didirikan Rabu pagi, 20 Mei 1908 di Jakarta, yang
tanggal tersebut kemudian dijadikan Hari Kebangkitan Nasional.
Dipelopori oleh pemuda-pemuda dari STOVIA, Sekolah Peternakan dan
Pertanian Bogor, Sekolah Guru Bandung, Sekolah Pamong Praja Magelang
dan Probolinggo serta Sekolah Sore untuk Orang Dewasa di Surabaya.
Para pelajar terdiri dari Mas Soeradji, Mas Muhammad Saleh, Mas
Soewarno A., Mas Gunawan, Mas Suwarno B., R. Mas Gumbreg, R. Angka,
dan Soetomo. Nama Budi Utomo diusulkan oleh Mas Soeradji dan semboyan
yang dikumandangkan adalah Indie
Vooruit (Hindia Maju) dan bukan Java Vooruit (Jawa Maju).
Pembentukannya berawal dari perjalanan dokter Wahidin
Sudirohusodo yang mengadakan kampanye di kalangan priayi Jawa antara
tahun 1906-1907. Tujuannya ialah meningkatkan martabat rakyat
dan bangsa. Peningkatan ini akan dilaksanakan dengan membentuk Dana Pelajar (Studiefonds) yang merupakan
lembaga untuk membiayai pemuda pemuda yang cerdas tetapi tidak mampu
melanjutkan studio Pada akhir tahun 1907, dr. Wahidin bertemu dengan
Sutomo, seorang pelajar dari STOVIA di Jakarta. Berdasar pertemuan itu,
Sutomo menceriterakan kepada teman-temannya di STOVIA maksud dan
tujuan dr. Wahidin.
Tujuan yang semula hanya mendirikan suatu dana pelajar,
diperluas dengan jangkauan yang kelak memungkinkan
berdirinya organisasi Budi Utomo. Istilah Budi Utomo terdiri atas,
kata budi yang
berarti perangai atau tabiat dan utomo yang berarti baik atau luhur. Jadi Budi Utomo,
menurut pendirinya, adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu
berdasarkan keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat.
Tujuan Budi Utomo
Tujuan Budi Utomo adalah memperoleh kemajuan yang
harmonis bagi nusa dan bangsa Jawa dan Madura. Pada waktu itu ide
persatuan seluruh Indonesia belum dikenal. Karena itu yang dikehendaki
Budi Utomo, hanyalah perbaikan sosial yang meliputi Jawa dan Madura,
juga kata kemerdekaan sama
sekali belum disebut. Untuk melaksanakan tujuan tersebut
ditempuh beberapa usaha:
(1) Memajukan pengajaran sesuai dengan
apa yang dicita citakan dr. Wahidin. Ini merupakan usaha pertama
untuk mencapai kemajuan bangsa.
(2) Memajukan pertanian,
peternakan, perdagangan. Jadi sudah dimengerti bahwa kemajuan harus
juga meliputi bidang perekenomian.
(3) Memajukan teknik dan industri,
yang berarti bahwa ke arah itu sudah menjadi cita-cita.
(4) Menghidupkan kembali kebudayaan.
Terpilihnya
Sutomo Sebagai Ketua
Terpilih sebagai Ketua Budi Utomo ialah Sutomo. Para
pendukungnya antara lain Gunawan, Suradji, Suwardi
Suryaningrat, Saleh, Gumbreg, dan lain-lain. Pada tanggal 5 Oktober
1908, diadakan kongres Budi Utomo pertama di Yogyakarta. Ini
dilakukan untuk mengesahkan Anggaran Dasar organisasi serta membentuk
pengurus besar. Susunan personalianya adalah sebagai berikut:
o
Ketua,
Tirtokusumo (Bupati Karanganyar)
o
Wakil
Ketua, dr. Wahidin Sudirohusodo (dokter Jawa)
o
Sekretaris,
Dwidjosewojo dan Sosrosugondo (keduanya guru di Kweekschool
Yogyakarta);
o
Bendahara, Gondoatmodjo
(Opsir Legiun Pakualaman);
o
Komisaris,
Suryodiputro (Jaksa Kepala Bondowoso),
o
Djojosubroto
(Wedana Kota Bandung),
o
Gondosubroto
(Jaksa Kepala Surakarta dan
o
dr.
Tjipto Mangunkusumo (dokter di Demak).
Budi Utomo tergolong
organisasi pertama di antara organisasi bangsa Indonesia yang disusun
secara modern. Merupakan organisasi kebangsaan yang berdasar
pada usaha individu yang bebas dan sadar terhadap persatuan. Surat
kabar Batavia, Bataviansch
Nieuwsblad menyebutnya sebagai langkah pertama telah diayunkan
dan itulah langkah yang besar. Pada tanggal 13 Juli 1908 dalam surat
kabar ini termuat tekad kaum muda sebagai pemimpin di masa yang akan
datang untuk memperbaiki keadaan rakyat.
Beberapa
Kongres Budi Utomo
Pada tanggal 5
Oktober 1908, kongres peresmian dan pengesahan anggaran
dasar, diadakan di Yogyakarta. Tujuan perkumpulan untuk kemajuan nusa
dan bangsa yang harmonis dengan jalan memajukan
pengajaran, pertanian, peternakan, pedagangan, teknik dan industri,
kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk
mencapai kehidupan bangsa yang terhormat. Pengurus pertama terdiri
dari: Tirto Kusumo (Bupati Karanganyar), sebagai ketua;
Wahidin Sudiro Husodo (dokter Jawa) , Wakil ketua; Dwijosewoyo dan
Sosrosugomdo (keduaduanya guru Kweekschool), sekretaris; Gondoatmodjo
(opsir legiun Pakualaman), bendahara; Suryodiputro (jaksa
kepala Bondowoso), Gondosubroto (jaksa kepala Surakarta), dan Tjipto
Mangoenkoesoemo (dokter di Demak) sebagai komisaris. Simpatisan untuk organisasi
ini berdatangan, sehingga setahun kemudian (1909) tercatat 40 cabang.
Setelah itu bermunculan perhimpunan-perhimpunan politik lainnya.
Dalam perkembangan
selanjutnya dalam suasana politik yang semakin terbuka melalui
Kongres 1928, Budi Utomo memutuskan akan menjalankan prinsip
nonkooperasi jika rencana undang-undang tentang Inlandsche Meerderheid dalam Volksraad
ditolak Perwakilan Rakyat Belanda. Keputusan penting penambahan
satu kalimat dalam pasal tujuan perhimpunan: membantu terlaksananya
cita-cita persatuan Indonesia. Konggres 1932, tujuan BU diubah secara
radikal yaitu Mencapai Indonesia Merdeka. Prakarsa mengenai fusi
disetujui kongres; terbuka bagi perhimpunan yang beranggotakan orang
Indonesia; diselenggarakan atas dasar kenasionalan Indonesia yang
menuju Indonesia merdeka dan Kesatuan; bersikap kooperatif, dengan
hal-hal tertentu dijalankan non-kooperatif. Konggres Juni 1933,
membahas masalah Ordonansi Sekolah Liar (Wilde Scholen ordonnantie), perbaikan hidup kaum tani dan
menentang pembatasan hak berserikat dan berkumpul. Januari 1934,
dibentuk komisi BUPBI (Persatuan Bangsa Indonesia), yang
kemudian disetujui oleh kedua pengurus besarnya pertengahan 1934.
Tanggal 24-26 Desember Kongres peresmian fusi dan juga merupakan
kongres terakhir BU, dan lahirlah Partai Indonesia Raya atau
disingkat PARINDRA.
Perkembangan
Budi Utomo
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat
kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang
Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang
mewujudkan kata politik ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah
pengertian mengenai tanah air Indonesia makin lama makin bisa diterima dan
masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah
lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya.
Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua
orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya tanah air (Indonesia) adalah di atas
segala-galanya.Pada masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya
dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di
Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan
dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto,
menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia
yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini
ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu
rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan
perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij
karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.
Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut,
makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang
memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan
ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia
sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja
pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian
bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah artikel "Als ik
Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan
sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu
pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes
Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda
(lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor
politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.
Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih
mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo
adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang
Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia"
tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian,
nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang
mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk
mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat
Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan
agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota.
Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan
segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam,
nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.
SAREKAT ISLAM
MUNCULNYA GERAKAN SAREKAT ISLAM
Sebelum menggunakan nama Sarekat Islam, organisasi ini bernama Saarekat
Dagang Islam (SDI), yang didirikan oleh Wirjodikoro yang setelah menunaikan
ibadah haji bernama Haji Samanhudi di Solo pada akhir 1911. Sebenarnya ada pula
sebagian pendapat yang mengatkan bahwa SDI telah berdiri pada tahun 1905.
Tujuan SDI adalah memajukan perdagangan, melawan monopoli Toinghoa dan
memanjukan Agama Islam. Karena itulah, SDI disebut gerakan
nasionalistis-religius-ekonomis. Dalam perkembangannya, SDI tidak sekadar menjadi
organisasi yang ebrgeak dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang
politik. Perjuangan dalam bidang politik dilakukan sebagai reaksi atas
Christelijke Zending atauKristening-Politiek yang dilakukan terhadap pengajaran
agama di Indonesia. Namun, Belanda justru memberi kesempaatan kepada pengajaran
zending dan missie. SDI adalah simbol perlawanan atas kesewenang-wenangan
Pemerintah Kolonial Belanda.
SDI mengarahkan pergerakannya di kalangan rakyat kebanyakan. Salah satu
sebab berdirinya SDI adalah untuk melawan perdagangan Bangsa Tiionghoa, maka
sering terjadi permusuhan dan persaingan natara pedanagn Toinghoa dan Pedagang
Islam (Indonesia). Hal ini menimbulkan ketegangan dikedua belah pihak yang
menebabkan terjadinya huru-hara. Pemerintah menganggap SDI bertanggung jawab
atas semua ketegangan-ketegangan tersebut. Maka SDI diskors oleh Residen
Surakarta pada tanggal 12 Agustus 1912. Namun, karena tidak ada tanda-tanda
penentangan SDI, maka tanggal 26 Agustus 1912, skorsing itu dicabut kembali.
1. Perubahan Sarekat Dagang Islam Menjadi
Sarekat Islam.
Di kalangan
para pemimpin SDI timbul niat untuk memperluas kegiatannya. Pada tanggal 10
September 1912 dengan kedatangan H. O. S. Tjokroaminoto maka disusunlah
Anggaran Dasar (AD) baru yang isinya memperluas dan mempergiat usaha di bidang
social, pendidikan, agama serta perubahan nama menjadi Sarekat Islam (SI) yang
pengesahannya dilakukan di hadapan notaris B. Terkuile. Kemudian tanggal 12
September 1912 setelah sampai di Surabaya Tjokroaminoto menyampaikan AD SI itu.
Haji Samanhudi menjabat Ketua Pengurus Besar yang pertama dan Tjokroaminoto
sebagi Komissarisnya. Peraturan tersebut memungkinkan pembentukan cabang-cabang
di bawah
peimpinan pengurus besar. AD tersebut memuat tujuan SI yaitu;
·
Memajukan
perdagangan
·
Memberikan
pertolongan kepada kepada anggota yang mengalami kesukaran ( semacam koperasi )
·
Memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk
pribumi
·
Memajukan agama
Islam
Jika ditinjau
dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan bahwa SI lebih menitikberatkan pada
bidang ekonomi dan agama. Sementara tujuan politik tidak ada. Akan tetapi ini
hanyalah siasat belaka karena memang pada saat itu kegiatan perpolitikan
dilarang pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah pasal 111. Sementara dalam
aksinya justru banyak menentang pemerintahan. Maka tak diragukan lagi, periode
SI adalah periode kebangkitan revolusioner dalam arti tindakan yang gagah
berani melawan penindasan kolonial.
Kongres SI pertama berlangsung pada tanggal 26 Januari 1913 di Surabaya.
SI berhasil berkembang dengan baik. Misalnya SI cabang Jakarta memiliki 13.000
anggota. Oleh kekhawatiran itu, pemerintah kolonial berusaha membendung gerakan
ini. Mereka menyebutkan bahwa semua cabang harus berdiri sendiri. Penetapan ini
dikeluarkan apda tanggal 30 Juni 1913. SI-SI lokal memiliki tujuan AD yang
sama, yaitu:
·
Memajukan
pertanian, perdagangan,kesehatan, pendidikan, dan pengajaran;
·
Memajukanh idup
menurut perintah agama dan menghilangkan paham-paham yang keliru dalam agama
Islam;
·
mempertebal
rasa persaudaraan dan saling tolong menolong di antara anggotanya
Pada tahun
1913, SI daerah yang diakui pemerintah berjumlah 56 buah. Untuk mengkoordinasi
SI-SI local itu, pimpinan SI berinisiatif membentuk Central Sarekat Islam
(CSI). CSI berhasil memperoleh pengesahan hukum dari pemerintah tertanggal 18
Maret 1916. Pengurus CSI yang pertama adalah Tjokroaminoto (ketua), Abdul Muis
dan H. Gunawan (wakil ketua), dan Haji Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Pada
tanggal 17-24 Juni 1916, CSI mengkoordinasi SI local untuk mengadakan kongres
yang diselenggarakan di Bandung. Perwakilan dari SI-SI local itu berjumlah
delapan puluh. Kongres dipimpin oleh Tjokroaminoto. Jumlah anggota yang
mewakili lebih kurang 360.000. Jumlah semua anggota pada saat itu lebih kurang
800.000. Sarekat Islam mengajukan dua nama untuk menjadi anggota Volksraad
(Dewan Rakyat) yang dibuka pada tanggal 18 Mei 1912. SI mengirimkan
Tjokroaminoto dan Abdul Muis sebagai perwakilan mereka.
Kongres Nasional SI ketiga yang dilaksanakan pada tanggal 29 September-6 Oktober
1918 di Surabaya. Kongres memutuskan untuk menentang Pemerintahan Belanda
sepanjang tindakannya melindungi kapitalisme, anggapan pegawai negeri Indonesia
sebagai alat penyokong kepentingan kapitalis, mengadakan peraturan tentang kaum
buruh untuk menentang kapitalisme, dan mengorganisasi kaum buruh. SI
menggabungkan diri kedalam Radicale Concertatie pada tanggal 16 November 1918.
Kongres keempat pada tanggal 26 Oktober-2 November 1919 di Surabaya.
Dalam kongres ini pembicaraan utamanya adalah tentang serikat sekerja. Orang
yang ditunjuk sebagai pemimpin sarikat sekerja adalah Sosorokardono Sementara
peningkatan jumlah anggota SI meenjadi 2juta lebih anggota.
2.
Seputar Lambang Banteng Dalam Sarekat Islam.
Pada masa awal, SI menggunakan lambang yang sangat rumit. Salah satu symbol
dalam lambangnya adalah banteng. Lambang ini disahkan pada 23 Oktober 1917.
Sepuluh tahun sebelum PNI didirikan 4 Juli 1927 dan empat belas tahun sebelum
Partai Indonesia (Partindo) didirikan 30 April 1931. Lalu lambang banteng itu
diambil menjadi lambang PNI oleh Soekarno atas izin dari H.O.S Tjokroaminoto
yang tak lain adalah menantu Bung Karno. Tjokroaminoto mengizinkannya karena
pada saat itu SI telah menyederhanakan lambangnya hanya dengan Bulan Bintang.
Bung Karno menyederhanakannya dengan hanya menjadi kepala banteng saja. Lalu
ketika PNI dibubarkan oleh Sartono, dan kemudian mendirikan Partindo, seluruh
badan banteng yang mirip lambang SI dipakai lagi oleh Partindo.
SEJARAH PERGERAKAN SAREKAT ISLAM
Sejak pergantian nama menjadi Sarekat Islam, pergerakan SI menjadi sangat
luas dan mengalami pasang surut. Masa perkembangan dan masa kememasan SI telah
dijelaskan pada pembahasan terdahulu. Kini akan menjaelaskan mengapa SI
mengalami kemerosotan.
Terjadinya pemberontakan Toli-Toli pada tanggal 5 Juni 1919 dan pemberontakan
rakyat di Cimareme. Dalam pemberontakan tersebut, SI sebenarnya tidak
tersangkut. Namun pemerintahan kolonial menganggap SI ada hubungannya dengna
pemebrontakan tersebut. Maka mereka bertidak keras terhadap SI. Akibatnya
jumlah anggota SI merosot. Sebab-sebab tersebut diperhebat dengan munculnya
propaganda komunis. Pada waktu itu, telah berdiri perkumpulan Indisch Sociaal
Democratische Verengining (ISDV). Yang dipimpin oleh Sneevliet dan Semaun.
Perkumpulan ini melakukan inflitrasi kedalam tubuh SI. Semaun memimpin dua
organisasi, yaitu sebagai Ketua Cabang SI Semarang dan ketua ISDV. Sesudah
Revolusi Bolsevik di Rusia pada Oktober 1917, ISDV menyatakan diri sebagai
organisasi komunis dengan nama Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 23
Mei 1920.
Pada tahun 1923, SI mengadakan kongres yang ketujuh di Madiun. Memutuskan
untuk mengganti CSI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Setelah berganti nama
menjadi PSI, perkumpulan ini kegiatannya sebagai berikut :
PSI bersama
Muhammadiyah mendirikan badan All Islam Congress di Garut pada 21 Mei 1924;
Karena
Volksraad dianggap tidak menguntungkan, maka PSI menjalankan politik non
koperasi;
Pada tahun 1927
organisasi ini mengubah haluannya menjadi mencapai kemerdekaan nasional
berdasarkan Agama Islam.
PSI meningkat menjadi gerakan kebangsaan pada tahun 1927. Pada saa itu, PSI
mengubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perubahan itu
terjadi karena masuknya Dr. Sukiman dalam PSII. Masuknya Dr. Sukiman
menimbulkan perpecahan di tubuh PSII. Golongan Tjokroaminoto dan H. Agus Salim
(golongan tua) tidak setuju dengan cara-cara Dr. Sukiman (golongan muda). Dr.
Sukiman kemudian dipecat dari PSII. Ia mendirikan partai baru yaitu Partai
Islam Indonesia (PII). Namun ternyata akibatnya sangat buruk. Maka tak ada cara
lain kecuali PSII mencabut pemecatan Dr. Sukiman. Akan tetapi tenyata tidak
bertahan lama. Akhirnya Dr. Sukiman keluar lagi dari PSII. Perpecahan dalam
tubuh PSII terus berlanjut dengan keluarnya Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Akhirnya, PSII terbagi menjadi beberapa aliran, yaitu aliran Kartosoewirjo,
aliran Abikusno, dan aliran Sukiman. Hal itu mengakibatkan kerugian pada
gerakan islam sendiri, yaitu kedudukannya sebagai partai besar mengalami
kemunduran.
IDEOLOGI SAREKAT ISLAM
Ideologi yang dibawa oleh SI adalah nasionalisme yang berbasis Agama Islam.
Namun infiltrasi yang dilakukan oleh komunis menyebabkan perpecahan ditubuh SI
karena perbedaan ideology. SI terpecah menjadi SI Putih dan SI Merah. SI Putih
dipimpin oleh Tjokroaminoto dan H. Agus Salim. Sementara SI Merah dipimpin oleh
Semaun dan Darsono. Jiwa besar para pemimpin SI dalam menghadapi komunisme
masih jelas dalam kongres tanggal 2-6 Maret 1921. Dalam kongres ini H. Agus
Salim memegang peranan penting. Karena ia diserahi tugas bersama Semaunya untuk
menetapkan dasar-dasar baru sebagai pengganti dasar 1917 yang pada pokoknya
menentukan bahwa penjajahan dalam bidang politik dan ekonomi itu disebabkan
kapitalisme. SI masih memberikan hati kepada kaum komunis yang diwakili Semaun
dan Darsono. Mereka sebagai ketua dan wakil ketua PKI di samping masih memegang
jabatan sebagai pengurus SI. Mereka pun tetap berusaha berada dalam SI dengan
meksud agar dapat menggantikan inti batin organisasi dari Islam menjadi
Komunis.
Namun dalam kongres luar biasa SI pada tahun 1921, Semaun dan
kawan-kawannya dikeluarkan dari SI. Mereka mengubah nama SI Merah menjadi
Sarekat Rakyat. PKI menyatakan Sarekat Rakyat sebagai organisasi bawahannya.
INDISCHE PARTIJ
Indische Partij (IP) didirikan oleh
Ernest Francois Douwes Dekker (Danudirjo Setyabudi), dr. Cipto Mangunkusumo,
dan Suwardi Suryaningrat di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Mereka
terkenal dengan sebutan Tiga Serangkai. Sebelum membentuk Indische Partij,
mereka telah memropagandakan Hindia untuk Hindia. Douwes Dekker ingin menanamkan
perasaan kebangsaan terhadap orang-orang kulit putih dan kulit berwarna yang
lahir di Hindia Belanda (Indonesia). Ia ingin menyatukan orang-orang kulit putih
dan kulit berwarna.
Indische Partij adalah organisasi yang
pertama kali bergerak dalam bidang politik dengan haluan asosiasi dan
kooperatif. Untuk mewujudkan cita-citanya, Indische Partij dalam program kerja
telah menetapkan langkah-langkah sebagai berikut:
a)
meresapkan cita-cita kesatuan nasional
Hindia (Indonesia),
b)
memberantas kesombongan sosial dalam
pergaulan, baik di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan,
c)
berusaha untuk mendapatkan persamaan
hak bagi semua orang Hindia,
d)
memperbesar pengaruh pro-Hindia di
dalam pemerintahan,
e)
meningkatkan pengajaran yang
kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia,
f)
memperbaiki keadaan ekonomi bangsa
Hindia, terutama dengan memperkuat mereka yang memiliki ekonomi lemah,
g)
memberantas usaha yang membangkitkan
kebencian antara agama yang satu dan agama lainnya.
Pasal-pasal itu pula yang membuktikan
bahwa Indische Partij merupakan partai politik yang pertama muncul di
Indonesia. Dalam waktu singkat IP mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih dari
7.000 orang. Karena Indische Partij bersifat progresif dengan tujuan ingin
merdeka, pemerintahan Hindia Belanda cemas dan bersikap tegas. Permohonan
Indische Partij untuk mendapat pengakuan sebagai badan hukum pada bulan Maret
1913 kepada pemerintah kolonial Belanda ditolak. Alasannya, organisasi itu
bersifat politik dan mengancam keamanan umum. Meskipun kemudian ada perubahan
dalam anggaran dasarnya, permohonan Indische Partij untuk berbadan hukum tetap
ditolak.
Dokter Cipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat selain memimpin Indische Partij juga memimpin suatu lembaga yang
diberi nama Komite Bumiputra. Komite itu memohon kepada Raja Belanda agar
pemerintah mencabut peraturan tentang hukuman terhadap orang pribumi yang
dicurigai bermaksud jahat. Dokter Cipto Mangunkusumo juga menulis tentang
sejarah dan filsafat bangsa Jawa.
Suwardi Suryaningrat mengecam
pemerintah Belanda dengan menulis artikel yang berjudul Als Ik eens Nederlander
was yang berarti Seandainya Aku Seorang Belanda. Akibat tulisan tersebut,
Belanda menjatuhkan hukuman pengasingan kepada ketiganya. Douwes Dekker
diasingkan ke Timor, dr Cipto Mangunkusumo diasingkan ke Banda, dan Suwardi
Suryaningrat diasingkan ke Bangka. Hukuman itu kemudian diubah. Ketiganya boleh
memilih tempat pengasingan ke luar negeri. Mereka akhirnya memilih Negeri
Belanda. Akibat pengasingan tersebut pengikut dan pendukung Indische Partij
bubar dan banyak yang masuk ke dalam perkumpulan Insulinde, yakni organisasi
peranakan Eropa dan orang Eropa yang ingin tetap tinggal di Hindia.
Pada tahun 1918, tokoh Tiga Serangkai
diperbolehkan pulang ke Tanah Air. Di Tanah Air, ketiga tokoh tersebut segera
bergabung dengan Insulinde dan mempunyai pengaruh besar di dalamnya. Akhirnya,
perkumpulan itu dapat menjadi partai yang berjuang menuju kemerdekaan. Oleh
karena pengaruh SI sangat kuat menyebabkan Partij Insulinde makin lemah. Dengan
perkembangan baru tersebut, pada bulan Juni 1919 Partij Insulinde diubah
namanya menjadi National Indische Partij (NIP). Suwardi Suryaningrat dan Douwes
Dekker kembali menjadi pengurus besarnya.
National Indische Partij menyusun
anggaran dasar baru. Maksud dan tujuan organisasinya hampir sama dengan
Indische Partij sehingga pada tahun 1923 National Indische Partij dilarang
beraktivitas politik pemerintah Belanda. Pemimpin partai kemudian memutuskan
tidak akan mendirikan partai lagi dan menganjurkan supaya para anggotanya
memasuki salah satu partai yang ada untuk melanjutkan perjuangan.
Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat
melanjutkan perjuangan melalui jalur pendidikan. Douwes Dekker membuka
perguruan nasional dengan nama Kesatrian Institut setingkat SD di Pasir Kaliki,
Bandung. Suwardi Suryaningrat pada tahun 1922 mendirikan Perguruan Taman Siswa
di Yogyakarta. Setelah mendirikan Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat lebih
dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Dokter Cipto Mangunkusumo melanjutkan perjuangan
politik secara bebas dan menerbitkan surat kabar berbahasa Jawa yang bernama
Panggugah.
Perkembangan
Indische Partij
E.F.E. Douwes Dekker
berpendapat bahwa hanya melalui kesatuan aksi melawan kolonial, bangsa
Indonesia dapat mengubah sistem yang berlaku, juga keadilan bagi sesama suku
bangsa merupakan keharusan dalam pemerintahan. E.F.E. Douwes Dekker
berpendapat, setiap gerakan politik haruslah menjadikan kemerdekaan yang
merupakan tujuan akhir. pendapatnya itu disalurkan melalui majalah Het Tijdschrift
dan surat kabar De Espres.
E.F.E Douwes Dekker
banyak berhubungan dengan para pelajar STOVIA di Jakarta. Menurut Suwardi
Suryaningrat, meskipun pendiri Indische Partij adalah orang Indo, tetapi tidak
mengenal supermasi Indo atas Bumi Putera, bahkan ia menghendaki hilangnya
golongan Indo dengan meleburkan diri dalam masyarakat bumi putera. Suwardi
Suryaningrat mendirikan Taman Siswa (1922) dan menentang Undang-Undang Sekolah
Liar (1933). Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo meneruskan perjuangannya yang radikal,
walaupun ia dibuang bersama E.F.E. Douwes Dekker ke Belanda tahun 1913. Pada
tahun 1926 ia dibuang la dibuang lagi ke Banda dan sebelumnya dipenjarakan dua
tahun di Bandung. Sebelum Jepang masuk ia dibebaskan dari penjara pada tahun
1943 ia meninggal dunia.
E. F. E. Douwes Dekker
melakukan propaganda ke seluruh Jawa dari tanggal 15 September sampai dengan 3
Oktober 1912. Perjalanan itu ia pergunakan untuk melakukan rapat dengan
golongan elit lokal seperti di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Semarang, Tegal,
Pekalongan, dan Cirebon. E.F.E Douwes Dekker disambut hangat oleh pengurus Budi
Utomo di Yogyakarta.
Dari Anggaran Dasar
Indische Partij dapat disimpulkan bahwa tujuannya adalah untuk membangun
lapangan hidup dan menganjurkan kerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan
guna memajukan tanah air Hindia Belanda dan untuk mempersiapkan kehidupan
rakyat yang merdeka. Indischer Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang
menampung semua suku bangsa di Hindia Belanda untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia. Paham kebangsaan ini, setelah mengalami perjalanan panjang, diolah
dalam Perhimpuan Indonesia (1924) dan Partai Nasional Indonesia. Semangat jiwa dari dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi
Suryaningrat sangat besar berpengaruh bagi pemimpin pergerakan waktu itu,
terlebih lagi Indischer Partij menunjukan garis politiknya secara jelas dan
tegas serta menginginkan agar rakyat Indonesia dapat menjadi satu kesatuan
penduduk yang multirasial. Suwardi Suryaningrat,
Tjipto Mangoenoesoemo, Douwes Dekker ingin menggagalkan niat Belanda dengan
tulisan yang berjudul Alk ik een Nederlander was yang artinya “Andaikata aku
seorang Belanda”. Ketiga tokoh Indische Partij ditangkap pada tahun 1913 mereka
diasingkan ke Belanda. pada tahun 1914 Tjipto Mangoenkoesoemo dikembalikan ke
Indonesia (karena sakit) sedangkan Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker tetap
terjun dalam bidang politik dan Suwardi Suryaningrat terjun ke dalam bidang
pendidikan, selanjutnya dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara
Tokoh-Tokoh Pendiri Indische Partij
(3 Serangkai)
1)
Ernest Douwes Dekker
·
Riwayat hidup
Pendidikan dasar ditempuh Nes di Pasuruan.
Sekolah lanjutan pertama-tama diteruskan ke
HBS di
Surabaya,
lalu pindah ke
Gymnasium Willem III, suatu sekolah elit
di
Batavia.
Selepas lulus sekolah ia bekerja di
perkebunan
kopi "Soember
Doeren" di
Malang,
Jawa Timur.
Di sana ia menyaksikan perlakuan semena-mena yang dialami pekerja kebun, dan
sering kali membela mereka. Tindakannya itu membuat ia kurang disukai
rekan-rekan kerja, namun disukai pegawai-pegawai bawahannya. Akibat konflik
dengan manajernya, ia dipindah ke perkebunan
tebu
"Padjarakan" di
Kraksaan sebagai
laboran.
Sekali lagi, dia terlibat konflik dengan manajemen karena urusan pembagian
irigasi
untuk tebu perkebunan dan padi petani. Akibatnya, ia dipecat.
2)
Tjipto Mangoenkoesoemo
Dr. Cipto Mangunkusumo
atau Tjipto Mangoenkoesoemo (
Pecangakan,
Ambarawa,
1886-
Jakarta,
8 Maret
1943) adalah seorang tokoh
pergerakan kemerdekaan Indonesia. Bersama dengan
Ernest Douwes Dekker dan
Ki Hajar Dewantara ia dikenal sebagai
"Tiga Serangkai" yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri
dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan
Hindia Belanda.
Ia adalah tokoh dalam
Indische Partij, suatu organisasi politik yang
pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat,
bukan oleh
Belanda.
Pada tahun 1913 ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke
Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali 1917. Dokter
Tjipto menikah dengan seorang
Indo pengusaha
batik, sesama anggota organisasi
Insulinde,
bernama Marie Vogel pada tahun 1920. Ia wafat pada tahun 1943 dan dimakamkan di
TMP Ambarawa.
3)
Ki Hadjar Dewantara
Berdirinya PI berawal
dari didirikannya Indosche Vereniging tahun 1908 di Belanda, iorganisasi ini
bersifat moderat (selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem)
sebagai perkumpulan sosial mahasiswa Indonesia di Belanda untuk memperbincangkan
masalah dan persoalan tanah air. Pada awalnya Perhimpunan Indonesia merupakan
organisasi sosial. Memasuki tahun 1913, dengan dibuangnya tokoh Indische Partij
ke Belanda maka dibuatlah pokok pemikiran pergerakan yaitu Hindia untuk Hindia
yang menjadi nafas baru. Perkumpulan mahasiswa Indonesia. Iwa Kusumasumantri
sebagai ketua menyatakan 3 azaz pokok Indische Vereeniging yaitu:
1)
Indonesia menentukan nasibnya sendiri
2)
Kemampuan dan kekuatan sendiri
3)
Persatuan dalam menghadapi Belanda
Tahun 1925 Indische
Vereeniging berubah menjadi Perhimpunan Indonesia dengan tujuannya Indonesia
merdeka. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh aktivis PI Belanda maupun di luar
negeri, diantaranya ikut serta dalam kongres Liaga Demikrasi Perdamaian
Internasional tahun 1926 di Paris, dalam kongres itu Mohammad Hatta dengan
tegas menyatakan tuntutan akan kemerdekaan Indonesia. Demikian pula
pendapat-pendapat mereka banyak disampaikan ke tanah air. Aksi-aksi yang dilakukan
menyebabkan Hatta dkk dituduh melakukan pemberontakan terhadap Belanda. Karena
dituduh menghasut untuk pemberontakan terhadap Belanda maka tahun 1927
tokoh-tokoh PI diantaranya M. Hatta, Nasir Pamuncak, Abdul Majid Djojonegoro
dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan diadili. Tindakan-tindakan PI dapat dikatakan
radikal, apakah radikal itu? Radikal adalah suatu paham atau aliran yang
menginginkan perubahan atau pembaruan secara keras.
Tokoh-tokoh
perhimpunan Indonesia, Guanawan Mangunkusumo, Moh. Hatta, Iwa Kusumasumantri,
Sastro Mulyono, dan Sartono. Menurut pendapat Anda apakah benar Perhimpunan
Indonesia merupakan manifesto pergerakan nasional Indonesia. Karena status
anggota PI sebagai mahasiswa membawa posisi mereka tanpa ikatan sosial politik
tertentu dan tidak memiliki kepentingan untuk mempertahankan kedudukan,
sehingga mereka tidak khawatir dalam bertindak terang-terangan melawan
pemerintah Bealnda Organisasi ini juga membuat lambang untuk Indonesia
diantaranya merah putih sebagai bendera. Semenjak berakhirnya PD I perasaan
anti kolonialis dan imperialis di kalangan pimpinan dan anggota PI semakin
menonjol, apalagi setelah ada seruan dari Presiden AS, Woodrow Wilson mengenai
hak untuk menetukan nasib bangsa sendiri. Tahun 1925 PI semakin tegas memasuki
kancah politik, yang juga didorong juga oleh kebangkitan nasionalisme di
Asia-Afrika. Disamping itu, mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia,
yang bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia semata-mata, dan hal yang
demikian itu hanya bias dicapai oleh rakyat Indonesia sendiri tanpa
mengharapkan bantuan siapapun dan pada prinsipnya menghindarkan perpecahan demi
tercapainya tujuan. Dengan pemikiran yang demikian tegas, wajarlah apabila PI
menjadi satu ancaman terhadap kredibilitas pemerintah Belanda dalam menjalankan
kolonialismenya di Indonesia.
Pergerakan Nasional
antara tahun 1926-1939 dimulai dengan Partai Nasional Indonesia (PNI). Bermula
dari orang Algemenee Studie Club di Bandung tahun 1926, Ir. Sukarno dkk seperti
Mr. Sumaryo, Ali Sastroamijoyo, & Mr. Sartono bermaksud menggalang perjuangan
melalui organisasi yang bertujuan untuk kemerdekaan Indonesia. Dalam Azasnya
PNI berkeyakinan, bahwa syarat yang amat penting untuk perbaikan kembali semua
susunan pergaulan hidup Indonesia itu ialah kemerdekaan nasional.Oleh karena
itu, maka semua kekuatan haruslah ditujukan ke arah kemerdekaan nasional.Dengan
kemerdekaan nasional rakyat akan dapat memperbaiki rumah tangganya dengan tanpa
gangguan. PNI ingin sekali melihat rakyat Indonesia bisa mencapai kemerdekaan
politik untuk mencapai pemerintahan nasional, mencapai hak untuk mengadakan
Undang-undang sendiri dan mengadakan aturan-aturan sendiri dalam mengadakan
pemerintahan.
Sesudah PKI
dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintah Hindia Belanda akibat
pemberontakannya tahun 1926-1927, maka dirasakan perlunya wadah untuk
menyalurkan hasrat dan aspirasi rakyat yang tidak mungkin lagi ditampung oleh
organisasi-organisasi politik yang ada pada waktu itu. Sejalan dengan hal
tersebut muncul organisasi kebangsaan dengan corak politik nasionalis murni yaitu
PNI yang didirikan tanggal 4 Juli 1927. Kehadiran PNI benar-benar jadi
tantangan pemerintah Hindia Belanda karena organisasi ini benar-benar
menunjukkan perlawanannya.
Dari azaz maupun
tujuannya, terlihat bahwa PNI merupakan organisasi politik yang ekstrim dan
radikal yang tentu saja berlawanan dengan keinginan pemerintah Belanda.Oleh
karena itu berkali-kali tokoh-tokohnya diperingatkan agar tidak melakukan
kegiatan, terutama yang berhubungan dengan massa, seperti rapat-rapat umum.
Mengapa rapat umum dilarang, karena biasanya rapat umum menarik ribuan massa
untuk berkumpul.Walaupun demikian, semangat pantang menyerah tokoh PNI tetap
berkobar, bahkan pada tanggal 17-18 Desember 1927, PNI berhasil memelopori
terbentuknya organisasi sosial politik se Indonesia dalam bentuk (PPPKI). Permufakatan
perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia. Kegiatan-kegaitan yang
dilakukan oleh tokoh PNI menyebabkan pemerintah Hindia Belanda kehilangan
kesabaran sehingga melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI, seperti Ir.
Soekarno, Maskun, Supriadinata dan Gatot Mangkupradja.Mereka kemudian diadili
dan dimasukkan penjara suka miskin Bandung.
Organisasi pemuda
yang pertama berdiri adalah Trikoro Darmo yang kemudian berubah nama menjadi
Jong Java. Setelah munculnya Jong Java, berdiri organisasi pemuda yang serupa
dengan nama suku atau daerahnya masing- masing, seperti Jong Sumatranen Bod,
Jong Celebes, Jong ambon, dll. Semua organisasi kedaerahan ini punya tujuan
yang sama untuk memajukan Indonesia dan mencapai kemerdekaan. Para pemuda
tersebut secara langsung tidak berkiprah dalam gerakan yang bercorak politik,
namun lebih mengarah pada usaha untuk memajukan kebudayaan daerah
masing-masing.
Dalam kongres pemuda
ke II tercapai suatu kesepakatan adanya satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa
yang merupakan cermin persatuan dan kesatuan yang dikenal dengan sebutan Sumpah
Pemuda. Pada waktu Kongres Pemuda II berlangsung, dikibarkan pula bendera merah
putih dengan iringan lagu Indonesia Raya karya W.R. Supratman. Sumpah Pemuda
ini merupakan sebuah momentum yang sangat penting karena sejak saat itu telah
timbul suatu perasaan kebangsaan dan perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan
semakin nyata. Untuk lebih jelasnya berikut ini dicantumkan hasil Kongres
Pemuda Indonesia II yang disetujui pada tanggal 28 Oktober 1928.
·
PUTUSAN KONGRES PEMUDA-PEMUDA INDONESIA
Kerapatan pemuda-pemuda Indonesia yang
berdasarkan dengan nama Jong Java, Jong Sumatera (Pemuda Sumatera), Pemuda
Indonesia, Sekar Rukun Jong Islamieten, Jong Batak Bond, Jong Celebes, Pemuda
Kaum Betawi, dan Perhimpunan Pelajar Indonesia. Membuka rapat pada tanggal 27
dan 28 Oktober 1928 di negeri Jakarta. Sesudahnya mendengar segala isi-isi
pidato-pidato dan pembicaraan ini.
Kerapatan lalu mengambil kepoetusan:
Pertama:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH
JANG SATOE, TANAH INDONESIA
Kedua:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG
SATOE BANGSA INDONESIA
Ketiga:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENJUNJUNG BAHASA PERSATUAN
BAHASA INDONESIA
Setelah mendengar poetusan ini,
kerapatan mengeloearkan keyakinan asas ini wajib dipakai oleh segala
perkoempulan-perkoempulan kebangsaan Indonesia. Mengeloearkan keyakinan
persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar poetusannya:
·
KEMAJUAN SEJARAH BAHASA, HUKUM ADAT, PENDIDIKAN
DAN KEPANDUAN
dan mengeloearkan
penghargaan soepaya poetusan ini disiarkan dalam segala soerat kabar dan
dibacakan dimuka rapat perkumpulan- perkumpulan. Kongres Pemuda II yang
menghasilkan Sumpah Pemuda tersebut, mendorong organisasi pergerakan nasional
yang bersifat politik untuk kesatuan melawan pemerintah Hindia Belanda. Dengan
keyakinan bahwa perjuangan secara bersama akan lebih mudah untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia, maka pada tanggal 17-18 Desember 1927 dibentuklah suatu
permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), yang
dipelopori oleh Ir. Sukarno dari PNI. Perhimpunan ini terdiri dari beberapa
organisasi pergerakan nasional seperti PSII, BU, PNI, Pasundan, Jong Sumatranen
Bond, Kaum Betawi dan Kelompok Studi Indonesia. PPPKI diharapkan mampu
mempersatukan dan menjadikan gerakan politik nasional berada dalam satu
koordinasi yang baik. Dalam perkembangan selanjutnya, PPPKI tidak mampu
mewujudkan cita-citanya, hal ini disebabkan adanya pertentangan antara
tokoh-tokoh partai yang tergabung di dalamnya. Tekanan dari pemerintah Hindia
Belanda juga menjadi salah satu sebab semakin menurunnya peran perhimpunan ini
dalam pergerakan nasional Indonesia. Upaya untuk meraih kemerdekaan terus
dilakukan, baik melalui perjuangan kooperatif maupun non kooperatif. Belanda
selalu menutup jalan dan melakukan penekanan terhadap gerakan non kooperatif
sementara terhadap gerakan yang kooperatifpun diwajibkan selalu minta izin
apabila akan mengadakan kegiatan. Hal tersebut membuat kesal para tokoh
pergerakan, sehingga melalui Volksraad
(dewan rakyat), partai-partai yang tergabung dalam PPPKI mengeluarkan petisi
tanggal 15 Juli 1936. Petisi yang dikenal sebagai Petisi Sutardjo itu ditanda
tangani oleh Sutarjo, IJ. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk tumenggung dan Kwo Kwat
Tiong, berisi usulan kepada pemerintah Belanda untuk membahas status politik
Hindia Belanda 10 tahun mendatang. Belanda menolak petisi tersebut. Hal ini
tentu membuat para tokoh pergerakan kecewa. Gagalnya petisi Sutarjo merupakan
tantangan bagi para tokoh pergerakan nasional. Untuk mengatasi kekecewaan
tersebut di atas maka para tokoh pergerakan nasional mendirikan organisasi
baru, yaitu Gabungan Politik Indonesia (GAPI) pada tanggal 21 Mei 1939. Gapi
merupakan gabungan dari Parindra (Partai Indonesia raya), Gerakan Indonesia
(Gerindo), Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia (PII), Partai Katolik
Indonesia, Pasundan dan (PSII) Partai Serikat Islam Indonesia. Langkah yang
ditempuh GAPI adalah mengadakan Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Adapun tujuan
dari kongres ini adalah “Indonesia Berparlemen”. GAPI menuntut agar rakyat
Indonesia diberikan hak-hak dalam urusan pemerintahannya sendiri. Keputusan
penting lain setelah “Indonesia berparlemen adalah penetapan merah putih
sebagai bendera Indonesia, lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan dan
penggunaan bahasa Indonesia bagi seluruh rakyat di Hindia Belanda.
Tuntutan GAPI
ditanggapi oleh pemerintah Belanda dengan Komisi Visman. Komisi ini bertujuan
untuk menyelidiki keinginan bangsa Indonesia. Ternyata komisi ini bekerja tidak
jujur dan lebih memihak kepada Belanda. Pemerintah Hindia Belanda” hanya
berjanji akan memberikan status dominion kepada Indonesia dikemudian hari”.
Nah, demikianlah peranan organisasi-organisasi pergerakan nasional Indonesia
dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan. Apakah ada hal lain yang turut
perperan dalam perjuangan tersebut? Tentu pergerakan Nasional Indonesia tidak
terlepas dari peranan pers dan peranan wanita. Pada tahun 1909, E.F.E Douwes
Dekker (Danudirja Setya budi) memberikan sebuah uraian awal tentang pers di
Indonesia, bahwa kedudukan pers berbahasa Melayu lebih penting daripada pers
Belanda.Karena dengan berbahasa Melayu simpati dari kalangan pembaca pribumi
lebih besar. Perkembangan pers bumiputera yang berbahasa melayu menimbulkan
pemikiran di kalangan pemerintah kolonial untuk menerbitkan sendiri suratkabar
berbahasa Melayu yang cukup besar dengan sumber-sumber pemberitaan yang baik.
Menurut Douwess Dekker secara kronologis suratkabar berbahasa Melayu yang
tertua adalah Bintang Soerabaja (1861) dengan pokok pemberitaan mengenai usaha
menentang pemerintah dan pengaruhnya terhadap orang-orang Cina di Jawa Timur.
Kemudian berikutnya adalah Pewarta Soerabaja (1902) dengan pembacanya terbanyak
dari masyarakat Cina. Salah satu surat kabar yang terpenting adalah Kabar
Perniagaan (1902), ada pula mingguan oposisi Ho-Po. Pelopor Pers Nasional
adalah Medan Prijaji yang dipimpin oleh R.M.Tirtoadisuryo, terbit tahun 1907
sebagai mingguan, dan sejak 1910 menjadi surat kabar harian. Sementara surat
kabar yang membawa suara pemerintah dalam bahasa melayu adalah Pancaran Warta
(1901) dan Bentara Hindia (1901).
Peranan Pers dalam
usaha membantu menumbuhkembangkan kesadaran nasional cukup besar artinya bagi
langkah perjuangan rakyat Indonesia menuju kemerdekaan.Ada keterkaitan yang
erat antara pers nasional dengan pergerakan- pergerakan kebangsaan sebagai
penerus ide-ide nasionalisme. Sejalan dengan pergerakan pemuda dalam pergerakan
nasional, timbul pula pergerakan yang dipelopori oleh kaum wanita. Pelopor
gerakan kaum wanita adalah RA Kartini yang menyerukan agar wanita Indonesia
diberi pendidikan karena wanita juga memikul tugas suci.Pendidikan untuk wanita
Indonesia adalah untuk mengangkat derajat sosialnya karena selama ini wanita
dianggap rendah oleh bangsa Indonesia. Setelah sebagian wanita Indonesia
mendapatkan pendidikan barat dan bergaul dengan tokoh-tokoh emansipasi Barat
bermunculanlah perkumpulan atau organisasi wanita, diantaranya Putri Mardika,
kemudian sekolah Kautamaan Istri yang didirikan oleh Raden Dewi Sartika di
Bandung pada tahun 1904.Selanjutnya pada tahun 1920 muncul perkumpulan wanita
yang bergerak di bidang social dan kemasyarakatan, seperti De Gorontalo
Mohammedaanshe Vrowen Vereeniging di Minahasa dan wanito Utomo di Yogyakarta.
Dalam perkembangan selanjutnya, wanita mulai mendirikan perkumpulan sendiri
untuk memperjuangkan cita-citanya. Organisasi yang terkenal antara lain
Perserikatan Perempuan Indonesia, Istri Sedar, dan Istri Indonesia. Organisasi-
organisasi ini kemudian mengadakan kongres perempuan Indonesia yang menanamkan
semangat kebangsaan.
Partai
Nasional Indonesia (PNI)
Propaganda PNI di
tahun 1920-an
- 1927 - Didirikan di Bandung oleh para tokoh nasional seperti
Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr
Sunaryo. Selain itu para pelajar yang tergabung dalam Algemeene Studie Club yang diketuai oleh Ir. Soekarno turut pula bergabung dengan
partai ini.
- 1928 - Berganti nama dari Perserikatan
Nasional Indonesia menjadi Partai
Nasional Indonesia
- 1929 - PNI dianggap membahayakan Belanda karena menyebarkan ajaran-ajaran
pergerakan kemerdekaan sehingga Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
perintah penangkapan pada tanggal 24 Desember 1929. Penangkapan baru dilakukan pada tanggal 29 Desember 1929 terhadap tokoh-tokoh PNI di Yogyakarta seperti Soekarno, Gatot
Mangkupraja, Soepriadinata dan Maskun
Sumadiredja
- 1930 - Pengadilan para tokoh yang ditangkap ini dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1930. Setelah diadili di pengadilan Belanda maka para tokoh ini dimasukkan
dalam penjara Sukamiskin, Bandung.[3] Dalam masa pengadilan ini Ir.
Soekarno menulis pidato "Indonesia Menggugat" dan membacakannya di depan
pengadilan sebagai gugatannya.
- 1931 - Pimpinan PNI, Ir. Soekarno diganti oleh Mr. Sartono. Mr. Sartono
kemudian membubarkan PNI dan membentuk Partindo pada tanggal 25 April 1931.[3] Moh. Hatta yang tidak setuju pembentukan Partindo akhirnya membentuk PNI Baru. Ir. Soekarno bergabung dengan
Partindo.
- 1933 - Ir. Soekarno ditangkap dan dibuang ke Ende, Flores sampai dengan 1942.
- 1934 - Moh. Hatta dan Syahrir dibuang ke Bandaneira sampai dengan 1942.
- 1955 - PNI memenangkan Pemilihan
Umum 1955.
- 1973 - PNI bergabung dengan empat partai peserta pemilu 1971 lainnya
membentuk Partai Demokrasi
Indonesia.
- 1998 - Dipimpin oleh Supeni, mantan Duta besar keliling
Indonesia, PNI didirikan kembali.
- 1999 - PNI menjadi peserta pemilu 1999.
- 2002 - PNI berubah nama menjadi PNI Marhaenisme dan diketuai oleh
Sukmawati Soekarno, anak dari Soekarno.
Berdirinya
partai-partai dalam pergerakan nasional banyak berawal dari studie club. Salah
satunya adalah Partai Nasional Indonesia (PNI). Partai Nasional Indonesia (PNI)
yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 tidak terlepas dari keberadaan
Algemeene Studie Club. Lahirnya PNI juga dilatarbelakangi oleh situasi sosio
politik yang kompleks. Pemberontakan PKI pada tahun 1926 membangkitkan semangat
untuk menyusun kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda.
Rapat pendirian partai ini dihadiri Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo,
Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Mr. Budiarto, dan Mr. Soenarjo. Pada awal
berdirinya, PNI berkembang sangat pesat karena didorong oleh faktor-faktor
berikut;
a)
Pergerakan yang ada lemah sehingga kurang
bisa menggerakkan massa
b)
PKI sebagai partai massa telah
dilarang.
c)
Propagandanya menarik dan mempunyai
orator ulung yang bernama Ir. Soekarno (Bung Karno).
Untuk mengobarkan
semangat perjuangan nasional, Bung Karno mengeluarkan Trilogi sebagai pegangan
perjuangan PNI. Trilogi tersebut mencakup kesadaran nasional, kemauan nasional,
dan perbuatan nasional. Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk
mencapai tujuan tersebut, PNI menggunakan tiga asas yaitu self help (berjuang
dengan usaha sendiri) dan nonmendiancy, sikapnya terhadap pemerintah juga antipati dan
nonkooperasi. Dasar perjuangannya adalah marhaenisme. Kongres Partai Nasional
Indonesia yang pertama diadakan di Surabaya, tanggal 27 – 30 Mei 1928. Kongres
ini menetapkan beberapa hal berikut;
1.
Susunan program yang meliputi:
a)
bidang politik untuk mencapai Indonesia
merdeka,
b)
bidang ekonomi dan sosial untuk
memajukan pelajaran nasional.
2.
Menetapkan garis perjuangan yang dianut
adalah nonkooperasi.
3.
Menetapkan garis politik memperbaiki
keadaan politik, ekonomi dan sosial dengan kekuatan sendiri, antara lain dengan
mendirikan sekolah-sekolah, poliklinik-poliklinik, bank nasional, perkumpulan
koperasi, dan sebagainya.
Peranan PNI dalam pergerakan nasional
Indonesia sangat besar. Menyadari perlunya pernyataan segala potensi rakyat,
PNI memelopori berdirinya Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI). PPPKI diikuti oleh PSII (Partai Sarekat Islam
Indonesia), Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische
Studi Club, dan Algemeene Studie Club. Berikut ini ada dua jenis tindakan yang
dilaksanakan untuk memperkokoh diri dan berpengaruh di masyarakat.
1.
Ke dalam, mengadakan usaha-usaha dari
dan untuk lingkungan sendiri seperti mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah,
bank dan sebagainya.
2.
Keluar, dengan memperkuat opini publik
terhadap tujuan PNI antara lain melalui rapat-rapat umum dan penerbitan surat
kabar Banteng Priangan di Bandung, dan Persatuan Indonesia di Jakarta.
Kegiatan PNI ini
cepat menarik massa dan hal ini sangat mencemaskan pemerintah kolonial Belanda.
Pengawasan terhadap kegiatan politik dilakukan semakin ketat bahkan dengan
tindakantindakan penggeledahan dan penangkapan. Dengan berkembangnya desas
desus bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan, maka empat tokoh PNI yaitu Ir.
Soekarno, R. Gatot Mangkuprojo, Markun Sumodiredjo, dan Supriadinata ditangkap
dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan Bandung. Dalam proses peradilan itu, Ir.
Soekarno dengan kepiawaiannya melakukan pembelaan yang diberi judul “Indonesia
Menggugat”. Penangkapan terhadap para tokoh pemimpin PNI merupakan pukulan
berat dan menggoyahkan keberlangsungan partai. Dalam suatu kongres luar biasa
yang diadakan di Jakarta pada tanggal 25 April 1931, diambil keputusan untuk
membubarkan PNI. Pembubaran ini menimbulkan pro dan kontra. Mr. Sartono
kemudian mendirikan Partindo. Mereka yang tidak setuju dengan pembubaran masuk
dalam Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) yang didirikan oleh Drs.
Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. Baik Partindo maupun PNI Baru, masih memakai
asas PNI yang lama yaitu self help dan nonkooperasi. Namun di antara keduanya
terdapat perbedaan dalam hal strategi perjuangan. PNI Baru lebih mengutaman
pendidikan politik dan sosial, sedangkan Partindo mengutamakan aksi massa
sebagai senjata yang tepat untuk mencapai kemerdekaan.
Tokoh-tokoh dan mantan tokoh-tokoh
·
Dr. Tjipto Mangunkusumo
·
Mr. Sartono
·
Mr Iskaq Tjokrohadisuryo\
·
Mr Sunaryo
·
Soekarno
·
Moh. Hatta
·
Soepriadinata
Partai-Partai Penerus
PARTAI
KOMUNIS INDONESIA
Partai
Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang
berideologi komunis. Dalam sejarahnya,
PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda
pada 1926,
mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun
1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30
September 1965 yang di kenal dengan peristiwa G30S/PKI. Partai ini didirikan
atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914,
dengan namaIndische Sociaal-Democratische
Vereeniging (ISDV) (atau Persatuan Sosial Demokrat
Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota
dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis)
dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda.
Pada
Oktober 101 SM ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka).
Editornya adalahAdolf Baars.
Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada saat
itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga
orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun demikian, partai ini dengan
cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di bawah pimpinan
Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan
yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917,
kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri,
yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada
1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu, "Soeara
Merdeka". Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti
yang terjadi di Rusia harus
diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara
tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda.
Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka
telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu
memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat
itu, dan membentuk sebuah dewan soviet.
Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para
pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin
pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40
tahun.
ISDV
terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah.
Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat.
Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan
pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi ini pun mulai
berubah dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia.
Pembentukan Partai Komunis
Pada awalnya PKI
adalah gerakan yang berasimilasi ke dalam Sarekat Islam. Keadaan yang semakin
parah dimana ada perselisihan antara para anggotanya, terutama di Semarang dan Yogyakarta membuat Sarekat Islam melaksanakan
disiplin partai. Yakni melarang anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan
pergerakan indonesia. Keputusan tersebut tentu saja membuat
para anggota yang beraliran komunis kesal dan keluar dari partai dan membentuk
partai baru yang disebut ISDV. Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920),
nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. Semaoen diangkat
sebagai ketua partai. PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi
bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili
partai ini pada kongresnya kedua Komunis Internasional pada 1920.
Pada 1924 nama
partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Pada
November 1926 PKI
memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatra Barat.
PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik.
Pemberontakan ini dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan
orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang, umumnya
kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul,
sebuah kamp tahanan di Papua [2].
Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis
yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas
pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI
dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian
bergerak di bawah tanah.
Rencana
pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam
perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas
oleh Tan Malaka, salah satu tokoh
utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatra. Penolakan tersebut
membuat Tan Malaka di cap sebagai
pengikut Leon Trotsky yang juga
sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia.
Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di Jawa terjadi.
Semisal Pemberontakan
Silungkang di Sumatra.
Pada
masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama
karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin
PKI Moeso kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet,
untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawh tanah. Namun Moeso hanya
tinggal sebentar di Indonesia. Kini PKI bergerak dalam berbagai front, seperti
misalnya Gerindo dan
serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara
mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpoenan Indonesia , yang tak lama
kemudian berada di dalam kontrol PKI.
Pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 pihak
Republik Indonesia dan
pendudukan Belanda melakukan
perundingan yang dikenal sebagai Perundingan Renville. Hasil kesepakatan
perundingan Renville dianggap menguntungkan posisi Belanda. Sebaliknya, RI
menjadi pihak yang dirugikan dengan semakin sempit wilayah yang dimiliki.Oleh
karena itu, kabinet Amir Syarifuddin diaggap
merugikan bangsa, kabinet tersebut dijatuhkan pada 23 Januari 1948.
Ia terpaksa menyerahkan mandatnya kepada presiden dan digantikan kabinet Hatta.
Selanjutnya Amir Syarifuddin membentuk Front
Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948.
Kelompok politik ini berusaha menempatkan diri sebagai oposisi terhadap
pemerintahan dibawah kabinet Hatta. FDR bergabung dengan Partai Komunis
Indonesia (PKI) merencanakan suatu perebutan kekuasaan. Beberapa aksi yang
dijalankan kelompok ini diantaranya dengan melancarkan propaganda
antipemerintah, mengadakan demonstrasi-demonstrasi, pemogokan, menculik dan
membunuh lawan-lawan politik, serta menggerakkan kerusuhan dibeberapa tempat.
Sejalan
dengan peristiwa itu, datanglah Muso seorang
tokoh komunis yang
sejak lama berada di Moskow, Uni Soviet.
Ia menggabungkan diri dengan Amir Syarifuddin untuk menentang pemerintah,
bahkan ia berhasil mengambil alih pucuk pimpinan PKI. Setelah itu, ia dan
kawan-kawannya meningkatkan aksi teror, mengadu domba kesatuan-kesatuan TNI dan
menjelek-jelekan kepemimpinan Soekarno-Hatta. Puncak aksi PKI adalah
pemberotakan terhadap RI pada 18 September 1948 di Madiun, Jawa Timur.
Tujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara RI dan menggantinya dengan
negara komunis. Dalam aksi ini beberapa pejabat, perwira TNI, pimpinan partai,
alim ulama dan rakyat yang dianggap musuh dibunuh dengan kejam. Tindakan
kekejaman ini membuat rakyat marah dan mengutuk PKI. Tokoh-tokoh pejuang dan
pasukan TNI memang sedang menghadapi Belanda, tetapi pemerintah RI mampu
bertindak cepat. Panglima Besar Soedirmanmemerintahkan
Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan
Kolonel Sungkono di
Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan pemberontakan PKI. Pada 30 September 1948,
Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI dan polisi.
Dalam operasi ini Muso berhasil ditembak mati sedangkan Amir Syarifuddin dan
tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Pada 1950,
PKI memulai kembali kegiatan penerbitannya, dengan organ-organ utamanya
yaitu Harian Rakjat dan Bintang Merah.
Pada 1950-an,
PKI mengambil posisi sebagai partai nasionalis di bawah pimpinan D.N. Aidit,
dan mendukung kebijakan-kebijakan anti kolonialis dan anti Barat yang diambil
oleh Presiden Soekarno. Aidit dan kelompok di sekitarnya, termasuk
pemimpin-pemimpin mudaseperti Sudisman,
Lukman, Njoto dan Sakirman,
menguasai pimpinan partai pada 1951.
Pada saat itu, tak satupun di antara mereka yang berusia lebih dari 30 tahun.
Di bawah Aidit, PKI berkembang dengan sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000
anggota pada 1950,
menjadi 165 000 pada 1954 dan
bahkan 1,5 juta pada 1959.
Pada
Agustus 1951, PKI memimpin serangkaian pemogokan militan, yang diikuti oleh
tindakan-tindakan tegas terhadap PKI di Medan danJakarta.
Akibatnya, para pemimpin PKI kembali bergerak di bawah tanah untuk sementara
waktu. Pada Pemilu 1955, PKI menempati
tempat ke empat dengan 16% dari keseluruhan suara. Partai ini memperoleh 39
kursi (dari 257 kursi yang diperebutkan) dan 80 dari 514 kursi di Konstituante.
Pada Juli 1957,
kantor PKI di Jakarta diserang
dengan granat.
Pada bulan yang sama PKI memperoleh banyak kemajuan dalam pemilihan-pemilihan
di beberapa kota. Pada September 1957, Masjumi secara
terbuka menuntut supaya PKI dilarang.
Pada 3 Desember 1957,
serikat-serikat buruh yang pada umumnya berada di bawah pengaruh PKI, mulai
menguasai perusahaan-perusahaan milik Belanda. Penguasaan ini merintis
nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh asing. Perjuangan
melawan parakapitalis asing
memberikan PKI kesempatan untuk menampilkan diri sebagai sebuah partai
nasional.
Pada
Februari 1958 terjadi
sebuah upaya koreksi terhadap kebijakan Sukarno yang mulai condong ke timur di
kalangan militer dan politik sayap kanan. Mereka juga menuntut agar pemerintah
pusat konsisten dalam melaksanakan UUDS 1950, selain itu pembagian hasil bumi
yang tidak merata antara pusar dan daerah menjadi pemicu. Gerakan yang berbasis
di Sumatera dan Sulawesi,
mengumumkan pada 15 Februari 1958 telah
terbentuk Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI). Pemerintahan yang
disebut revolusioner ini segera
menangkapi ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang berada di bawah kontrol
mereka. PKI mendukung upaya-upaya Soekarno untuk memadamkan gerakan ini,
termasuk pemberlakuan Undang-Undang Darurat. Gerakan ini pada akhirnya berhasil
dipadamkan.
Pada 1959, militer berusaha
menghalangi diselenggarakannya kongres PKI. Namun demikian, kongres ini
berlangsung sesuai dengan jadwal dan Presiden Soekarno sendiri memberi angin
pada komunis dalam sambutannya. Pada 1960,
Soekarno melancarkan slogan Nasakomyang
merupakan singkatan dari Nasionalisme, Agama,
dan Komunisme. Dengan demikian
peranan PKI sebagai mitra dalam politik Soekarno dilembagakan. PKI membalasnya
dengan menanggapi konsep Nasakom secara positif, dan melihatnya sebagai sebuah
front bersatu yang multi-kelas.
Pada
Maret 1962,
PKI bergabung dengan pemerintah. Para pemimpin PKI, Aidit dan Njoto, diangkat
menjadi menteri penasihat. Pada bulanApril 1962,
PKI menyelenggarakan kongres partainya. Pada 1963,
pemerintah Malaysia, Indonesia dan Filipina terlibat
dalam pembahasan tentang pertikaian wilayah dan kemungkinan tentang pembentukan
sebuah Konfederasi Maphilindo,
sebuah gagasan yang dikemukakan oleh presiden Filipina, Diosdado Macapagal. PKI menolak gagasan
pembentukan Maphilindo dan
federasi Malaysia. Para anggota PKI
yang militan menyeberang masuk ke Malaysia dan terlibat dalam
pertempuran-pertempuran dengan pasukan-pasukan Inggris dan Australia.
Sebagian kelompok berhasil mencapai Malaysia lalu bergabung dalam perjuangan di
sana. Namun demikian kebanyakan dari mereka ditangkap begitu tiba.
Salah
satu hal yang sangat aneh yang dilakukan PKI adalah dengan diusulkannya Angkatan ke-5 yang
terdiri dari buruh dan petani,
kemungkinan besar PKI ingin mempunyai semacam militer partai seperti Partai Komunis Cina dan Nazi dengan SS nya. Hal inilah
yang membuat TNI AD merasa khawatir
takut adanya penyelewengan senjata yang dilakukan PKI dengan
"tentaranya".
Gerakan 30 September
Alasan
utama tercetusnya peristiwa G30S disebabkan sebagai suatu upaya pada melawan
apa yang disebut "rencana Dewan Jenderal hendak melakukan coup d‘etat
terhadap Presiden Sukarno“Aktivitas PKI
dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang Peristiwa G30S, makin
agresif. Meski pun tidak langsung menyerang Bung Karno, tapi serangan yang
sangat kasar misalnya terhadap apa yang disebut "kapitalis
birokrat“ terutama yang bercokol di perusahaan-perusahaan negara,
pelaksanaan UU Pokok Agraria yang tidak menepati waktunya sehingga melahirkan
"Aksi Sepihak“ dan istilah "7 setan desa“[April 2010],
serta serangan-serangan terhadap pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang dianggap
hanya bertitik berat kepada "kepemimpinan“-nya dan mengabaikan
"demokrasi“-nya adalah pertanda meningkatnya rasa superioritas
PKI sesuai dengan statementnya yang menganggap bahwa secara politik, PKI merasa
telah berdominasi. Anggapan bahwa partai ini berdominasi,pada akhirnya
tidak lebih dari satu ilusi.
Ada
pun Gerakan 30 September
1965, secara politik dikendalikan oleh
sebuah Dewan Militer yang diketuai oleh D.N. Aidit dengan
wakilnyaKamaruzzaman (Syam),
bermarkas di rumah sersan (U) Suyatno di
komplek perumahan AURI, di Pangkalan Udara Halim. Sedang operasi militer
dipimpin oleh kolonel A. Latief sebagai
komandan SENKO (Sentral Komando) yang bermarkas di Pangkalan Udara Halim dengan
kegiatan operasi dikendalikan dari gedung PENAS (Pemetaan Nasional), yang juga
instansi AURI dan dari Tugu MONAS (Monumen Nasional). Sedang pimpinan gerakan,
adalah Letkol. Untung Samsuri.
Menurut
keterangan, sejak dicetuskannya gerakan itu, Dewan Militer PKI mengambil alih
semua wewenang Politbiro, sehingga instruksi politik yang dianggap sah,
hanyalah yang bersumber dari Dewan Militer. Tapi setelah nampak bahwa gerakan
akan mengalami kegagalan, karena mekanisme pengorganisasiannya tidak berjalan
sesuai dengan rencana, maka dewan ini tidak berfungsi lagi. Apa yang dikerjakan
ialah bagaimana mencari jalan menyelamatkan diri masing-masing. Aidit dengan
bantuan AURI, terbang ke Yogyakarta, sedang Syam segera menghilang dan tak bisa
ditemui oleh teman-temannya yang memerlukan instruksi mengenai gerakan
selanjutnya. Antara kebenaran dan manipulasi sejarah. Dalam konflik penafsiran
dan kontroversi narasi atas Peristiwa 30 September 1965 dan peranan PKI, klaim
kebenaran bagaikan pendulum yang berayun dari kiri ke kanan dan sebaliknya,
sehingga membingungkan masyarakat, terutama generasi baru yang masanya jauh
sesudah peristiwa terjadi. Tetapi perbedaan versi kebenaran terjadi sejak awal
segera setelah terjadinya peristiwa.
Di
tingkat internasional, Kantor Berita RRC (Republik Rakyat Cina), Xinhua,
memberikan versi bahwa Peristiwa 30 September 1965 adalah masalah internal
Angkatan Darat Indonesia yang kemudian diprovokasikan oleh dinas intelijen
Barat sebagai upaya percobaan kudeta oleh PKI. Presiden Soekarno pun berkali-kali melakukan
pembelaan bahwa PKI tidak terlibat dalam peristiwa sebagai partai melainkan
karena adanya sejumlah tokoh partai yang keblinger dan terpancing oleh
insinuasi Barat, lalu melakukan tindakan-tindakan, dan karena itu Soekarno
tidak akan membubarkan PKI. Kemudian, pimpinan dan sejumlah perwira Angkatan
Darat memberi versi keterlibatan PKI sepenuhnya, dalam penculikan dan
pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira pertama AD pada tengah malam 30
September menuju dinihari 1 Oktober 1965. Versi ini segera diterima secara umum
sesuai fakta kasat mata yang terhidang dan ditopang pengalaman buruk bersama
PKI dalam kehidupan sosial dan politik pada tahun-tahun terakhir. Hanya saja
harus diakui bahwa sejumlah perwira penerangan telah menambahkan dramatisasi
artifisial terhadap kekejaman, melebihi peristiwa sesungguhnya (in factum).
Penculikan dan kemudian pembunuhan para jenderal menurut fakta memang sudah
kejam, tetapi dramatisasi dengan pemaparan yang hiperbolis dalam penyajian,
telah memberikan efek mengerikan melampaui batas yang mampu dibayangkan semula.
Dan akhirnya, mengundang pembalasan yang juga tiada taranya dalam penumpasan
berdarah antar manusia di Indonesia.
Setelah
berakhirnya masa kekuasaan formal Soeharto,
muncul kesempatan untuk menelaah bagian-bagian sejarah –khususnya mengenai
Peristiwa 30 September 1965 dan PKI yang dianggap kontroversial atau mengandung
ketidakbenaran. Kesempatan itu memang kemudian digunakan dengan baik, bukan
saja oleh para sejarawan dalam batas kompetensi kesejarahan, tetapi juga oleh
mereka yang pernah terlibat dengan peristiwa atau terlibat keanggotaan PKI.
Bila sebelum ini penulisan versi penguasa sebelum reformasi banyak dikecam
karena di sana sini mengandung unsur manipulasi sejarah, ternyata pada sisi
sebaliknya di sebagian kalangan muncul pula kecenderungan manipulatif yang sama
yang bertujuan untuk memberi posisi baru dalam sejarah bagi PKI, yakni sebagai korban
politik semata. Pendulum sejarah kali ini diayunkan terlalu jauh ke kiri,
setelah pada masa sebelumnya diayunkan terlalu jauh ke kanan.
Terdapat
sejumlah nuansa berbeda yang harus bisa dipisahkan satu sama lain dengan cermat
dan arif, dalam menghadapi masalah keterlibatan PKI pada peristiwa-peristiwa
politik sekitar 1965. Bahwa sejumlah tokoh utama PKI terlibat dalam Gerakan 30
September 1965 dan kemudian melahirkan Peristiwa 30 September 1965 –suatu
peristiwa di mana enam jenderal dan satu perwira pertama Angkatan Darat diculik
dan dibunuh– sudah merupakan fakta yang tak terbantahkan. Bahwa ada usaha
merebut kekuasaan dengan pembentukan Dewan Revolusi yang telah mengeluarkan
sejumlah pengumuman tentang pengambilalihan kekuasaan, kasat mata, ada dokumen-dokumennya.
Bahwa ada lika-liku politik dalam rangka pertarungan kekuasaan sebagai latar
belakang, itu adalah soal lain yang memang perlu lebih diperjelas duduk masalah
sebenarnya, dari waktu ke waktu, untuk lebih mendekati kebenaran sesungguhnya.
Proses mendekati kebenaran tak boleh dihentikan. Bahwa dalam proses sosiologis
berikutnya, akibat dorongan konflik politik maupun konflik sosial yang tercipta
terutama dalam kurun waktu Nasakom 1959-1965, terjadi malapetaka berupa
pembunuhan massal dalam perspektif pembalasan dengan anggota-anggota PKI
terutama sebagai korban, pun merupakan fakta sejarah. Ekses telah dibalas
dengan ekses, gejala diperangi dengan gejala
PARTAI INDONESIA (PARTINDO)
Latar Belakang Berdirinya Partindo
Adanya permohonan naik banding yang diumumkan oleh Dewan Hakim
tanggal 17 April 1931 berarti PNI membubarkan diri walaupun pemerintah secara
tidak langsung menyatakan bahwa PNI sebagai partai terlarang dan membubarkannya
tetapi jelas bahwa ia akan menghadapi kesulitan bagi eksistensinya. Pada
tanggal 1 Mei 1931 diumumkan pendirian Partindo merupakan kelanjutan dari PNI
yang telah dibubarkan dan Sartono mengharapkan agar anggota PNI masuk kembali
dalam Partindo.
Tujuan Partindo
Tujuan Partindo adalah untuk mencapai satu Negara Republik
Indonesia Merdeka dan kemerdekaan akan tercapai jika ada persatuan seluruh
bangsa Indonesia. Partindo menyelenggarakan
kongresnya pada tanggal 15 – 17 Mei 1932 di Jakarta. Ir. Soekarno belum menjadi
anggota partai, tetapi dia memberikan pidato singkat di dalam kongres dan
muncul slogan-slogan seperti “Indonesia Merdeka Sekarang”, “Imperialisme”,
“Menentang Kebangsaan”, “Asas-asas Partai Indonesi Menentukan Nasib Sendiri”,
“Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan Kebangsaan”.
Perkembangan Partindo
Setelah Ir. Soekarno masuk partai Partindo, ia kemudian menjadi
Ketua Cabang Bandung. Pada waktu ia memimpin cabang Bandung, anggotanya baru
mencapai 226 orang (Agustus 1932), tetapi pada bulan Juni 1933 anggotanya telah
mencapai 3.762 orang. Pada kongres Partindo bulan
Juli 1933, Ir. Soekarno memperjelas konsep Marhaenisme. Pada dasarnya
Marhaenisme menolak analisa kelas dari PNI Pendidikan dan lebih menyukai
perjuangan membela rakyat kecil serta menekankan kebahagiaan, kesejahteraan,
dan keadilan sosial untuk Marhaen atau rakyat kecil yang berjumlah hampir 95
persen.
Pada tahun 1933 dikeluarkan larangan bagi pegawai negeri untuk
menjadi anggota Partindo. Hak bersidang makin dipersempit, maka atas tindakan
pemerintah itu Partindo hanya dapat membela diri melalui tulisannya dalam surat
kabar. Dalam sebuah tulisan Sartono menyampaikan : “.......... selama pena kita masih berpucuk, kita akan tetap
mendengungkan suara kita dan akan menentang segala hasutan yang ditujukan
kepada pergerakan kemerdekaan nasional. Kita harus mempersatukan jiwanya maupun
kekuatannya”
Berakhirnya Partindo
Partindo yang akan mnyelenggarakan kongresnya tanggal 30 – 31
Desember 1934, dengan cepat dilarang pemerintah. Untuk mengendorkan tekanan
dari pemerintah terhadap Partindo organisasi itu keluar dari PPKI, tetapi
ternyata pemerintah masih bertindak keras. Dari dalam sendiri, Partindo merasa
terpukul dengan keluarnya Ir. Soekarno (Oktober 1933). Namun Partindo berjalan
terus sampai sampai tidak dapat bergerak. Partindo membubarkan diri pada tanggal
18 November 1936.
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia( PPPKI )
PPKI terbentuk sebagai akibat dari kesadaran yang mulai
muncul bahwa kekuatan pergerakan nasional mesti dibenahi dan harus segera
dibentuk front kesatuan sebagai bentuk koordinasi bersama dalam menghadapi
pemerintah kolonial, koordinasi diperlukan sebab tidak mungkin masing-masing
masih mengejar kepentingan sendiri. Soekarno pun setuju untuk membentuk front
bersama dan merasa yakin bahwa persatuan kesatuan bisa diwujudkan dan
perjuangan kemerdekaan pun akan mudah terlaksana, beberapa organisasi pun mulai
bergabung, sempat ide ini ditolak oleh sebagian organisasi karena Soekarno
dianggap sebagai hasil didikan Belanda sehingga rasa nasionalisme Soekarno
diragukan.
Setelah melalui beberapa kendala akhirnya pada tahun 1927
dibentuklah PPPKI (pemufakatan perhimpunan-perhimpunan politik kebangsaan
indonesia) organisasi ini menampung beberapa organisasi seperti PSI, BU, PNI,
Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi. PPPKI pun semakin berkembang dan rutin
mengadakan kongres bahkan Soekarno pun sempat menjadi ketua majelis
pertimbangan PPPKI akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya ternyata PPPKI
tidak mampu mewujudkan cita-cita idealnya hal ini dikarenakan adanya pertentangan
antara Partindo dan PNI baru yang mana semakin melemahkan PPKI, dan intervensi
dari pemerintah Belanda pun ikut menjadi faktor lemahnya PPPKI.
Sebagaimana dijelaskan pada bab yang lalu, bahwa pergerakan
nasional pada decade 1920-an ditandai, antara lain, dengan adanya persaingan di
antara kaum pergerakan nasional sendiri dan penempatan gubernur jenderal yang
reaksioner. Namun demikian, dalam situasi seperti itu kaum nasionais terus
berupayauntuk terus memeprtahankan keberadaannya, bahkan meningkatkan perjuangannya.
Atas dasar itulah, maka kaum nasionalis mencoba menyatukan persepsi: bersatu
untuk melawan penjajah, menuju kemerdekaan. Satu hal yang perlu diperhatikan
dari kondisi kaum pergerakan nasional adalah sifatnya pluralistic. Sifat ini
kemudian menjadi karakteristik pergerakan pada decade ini. Adanya perbedaan
golongan, kepentingan, sikap dan orientasi perjuangan merupakan asset sekaligus
juga tantangan; betapa majemuknya kekuatan yang ada pada satu pihak, sedangkan
pada pihak lain tak akan terelakkan lagi betapa rapuh (fragile) kebinekaan itu.
Satu upaya yang telah dicapai pada periode 1920-an adalah
adanya keinginan kaum pergerakan untuk mewujudkan asas persatuan Indonesia.
Atas inisiatif studieclub yang ada di Bnadung dan Surabaya pada bulan Desember
1926 didirikanlah Komite Persatuan Indonesia. Organisasi-organisasi yang masuk
ke dalam komite ini adalah semua studieclub, Sarekat Islam, uhammadiyah, Jong
Islamieten Bond, Psundan, Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon, dan Sarekat
Madura. Akan tetapi, komite ini tidak berjalan sebagaimana yang direncanakan
semula (Pringgodigdo, 1980: 74).
Adalah Partai Nasional Indonesia yang berdiri pada tanggal 4
Jui 1927 pimpinan Ir. Soekarno dan beberapa orang bekas anggota Perhimpunan
Indonesia, berupaya mewujudkan impian Komite Persatuan Indonesia yang tidak
pernah tercapai. Setelah bekerja sama dengan Dr. Sukiman (PSI) dalam membuat
peraturan sementara, maka Ir. Soekarno (PNI) memprakarsai berdirinya
Permufakatan Perhimpunan Partij-partij Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
pada tanggal 17 Desember 1927 (Noer, 1996: 271). Partai-partai yang terhimpun
dalam permufakatan tersebut adalah PNI, PSI, BO, Pasundan, Sarekat Sumatera,
Kaum Betawi, Indonesische Studieclub, Sarekat Madura, Tirtajasa, dan
Perserikatan Celebes. Konsentrasi nasional PPPKI ini bertujuan sebagai berikut:
1)
Menyamakan
arah aksi kebangsaan, memperkuatnya dengan memperbaiki organisasi dengan
bekerjasama antaranggotanya.
2)
Menghindarkan
perselisihan antaranggotamya.
Atas dasar itu, maka di dalam
konsentrasi itu tidak akan diperbincangkan masalah asas dan faham-faham partai
yang bergabung (Pringgodigdo, 1980: 74). Dengan demikian, melalui PPPKI ini
solidaritas antarorganisasi yang menjadi tuntutan pokok dapat dilaksanakan
(Kartodirdjo, 1990: 158). Dalam Anggaran Dasar PPPKI juga disebutkan bahwa,
rapat-rapat diadakan jika ada keperluan mendadak yang pelaksanaannya
sekurang-kurangnya setahun sekali. Sedangkan badan yang tetap dari permufakatan
ini adalah Majelis Pertimbangan yang terdiri dari seorang ketua, sekretaris,
bendahara, dan wakil-wakil partai.
Kongres pertama PPPKI dilakukan pada
tanggal 30 Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1928 di Surabaya.
Keputusan yang sangat penting dari kongres ini adalah mosi ―dari rakyat kepada
rakyat‖, dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan pergerakan. Dalam mosi
ini dijelaskan tentang hal-hal berikut.:
1)
dalam
berpropaganda untuk organisasi sendiri, anggota PPPKI tidak boleh menyalahkan
asas-asas atau tujuan anggota yang lain.
2)
Tidak
boleh mempergunakan kata-kata yang sekiranya akan menyinggung persaan orang
lain.
3)
Segala
perselisihan antarsesama anggota PPPKI harus diselesaikan dengan jalan
perundingan.
Pada tanggal 25 –
26 Desember 1928 di Bndung, PPPKI mengadakan rapat dengan mengambil keputusan
sebagai berikut:
1)
Akan menjalankan aksi yang kuat untuk menentang
segala pasal dalam Undang-Undang Hukum Pidana yang merintangi orang-orang
menyatakan pikirannya dengan merdeka dan merintangi aksi lain-lainnya.
2)
Akan menuntut supaya para interniran yang tidak
berdosa di Digul agar dibebaskan.
3)
Akan membentuk suatu panitia untuk pengajaran
(sekolah) kebangsaan.
4)
Akan menyerahkan memorandum tentang peraturan punale
sanctie terhadap kuli kontrak kepada Albert Thomas, Ketua Konferensi
Perburuhan Internasional, Genewa, bila ia dating ke Indonesia (Persatuan
Indonesia, 1 – 7 – 1928).
Mosi-mosi di atas dilatarbelakangi
oleh tindakan sewenang-wenang dari pemerintah terhadap para aktivis pergerakan
nasional. Sebagaimana diketahui bahwa, dalam peraturan tentang menjalankan hak
berserikat dan berkumpul di Indonesia dijelaskan, antara lain, bahwa untuk
mendirikan suatu perserikatan tidak usah mendapat ijin dari pemerintah.
Dijelaskan pula mengenai perserkatan yang terlarang yaitu jika pendiriannya
dirahasiakan dan jika yang berwajib menerangkan bahwa perserikatan itu
berlawanan dengan keamanan umum.
Akan tetapi dalam kenyataannya,
setiap perserikatan atau perkumpulan itu harus mendapat ijin terlebih dahulu.
Di samping itu, penguasa dengan semena-mena menuduh seseorang atau badan yang
dianggap melanggar pasal-pasal ―karet‖ karena mengganggu rust en orde keamanan
dan ketertiban. Hal ini sering terjadi terhadap seseorang yang dianggap anti
pemerintah, sehingga dengan dalih apapun kasum pergerakan akan tetap
dipersalahkan.
Pada konferensi di Yogyakarta yang
diselenggarakan pada tanggal 29 – 30 Maret 1929, PNI menganjurkan agar
Perhimpunan Indonesia (PI) dijadikan pengawal terdepan di Eropa. Hal ini
penting sekali karena hal-hal berikut:
1)
agar
bangsa-bangsa di Eropa mengetahgui secara pasti peristiwa-peristiwa yang
sebenarnya terjadi di Indonesia.
2)
Sebaliknya,
agar PPPKI mengetahui kondisi politik di Eropa yang tentu ada kepentingannya
dengan Indonesia.
Pada kongres di Solo, 25 – 27
Desember 1929, PPPKI kembali mengemukakan mosi ―dari rakyat dan untuk rakyat‖,
antara lain, sebnagai berikut.
1)
membuat panitia
penyelidik pergerakan sekerja.
2)
Buruknya
penahanan lama-lama oleh poisi tas kaum poitisi.
3)
Tidak sahnya
larangan bagi pegawai negeri untuk menjadi anggota partai nasional.
4)
setiap orang yang
tidak menghormati persatuan Indonesia adalah musuh Indonesia.
5)
Pembentukan fonds
nasional untuk meningkatkan propaganda di dalam dan di aur negeri.
Sementara itu, sehubungan dengan
adanya penggeledahan terhadap para pimpinan PNI (29 Desember 1929), PPPKI
memprotes penggeledahan itu (12 Januari 1930). Di samping itu, memperkuat
dukungan terhadap fonds nasonal untuk membantu keluarga yang sedang dalam
tahanan. Hal yang tak kalah pentingnya adalah mosi ―dari rakyat untuk rakyat‖,
dalam kondisi apa pun pergerakan akan tetap ditingkatkan untuk meneruskan aksi
menuju kemerdekaan. Bagaimanapun pada masa itu terjadi pengawasan pemerintah
yang berlebihan, baik terhadap perorangan maupun terhadap organisasi.
Seperti dikemukakan pada bagian yang
lalu bahwa, benih-benih keretakan telah nampak ketika permufakatan ini mulai
berdiri. Pertentangan pun tak dapat dielakkan lagi, sehingga pada bulan
Desember 1930 PSI ke luar dari PPPKI. Di samping itu, juga adanya perpecahan
dalam Partindo dan PNI Baru. Meskipun kedua organisasi ini berasa;l dari PNI
(lama), akan tetapi ketika Ir. Soekarno dan kawan-kawan dipenjara, terjadilah
dua kubu kekuatan yang satu dan lainnya tidak dapat dipersatukan kembali.
Polarisasi ini lebih jelas lagi ketika Ir. Soekarno memiih Partindo, sedangkan
Drs. Moh. Hatta memiih PNI Baru.
Namun demikian, PPPKI berupaya
mempertahankan diri baik dari keretakan dalam federasi maupun karena reaksi
dari penguasa. Untuk mewujudkan cita-citanya, PPPKI meakukan hal-hal berikut:
1)
mengganti
nama permufakatan menjadi persatuan; kebangsaan menjadi kemerdekaan.
2)
Memindahkan
Majelis Pertimbangan dari Surabaya ke Jakarta.
3)
Melakukan
berbagai aksi untuk menentang kebijakan pemerintah dalam hal berserikat, hokum
pidana, dan hak-hak luar biasa pemerintah atas pengasingan.
Ketiga upaya di atas diharapkan akan
memperkuat pergerakan, sehingga dengan demikian berbagai partai politik yang
ada tidak dipaksa untuk mufakat, me;lainkan diusahakan cara-cara yang
demokratis sesuai dengan latar belakang setiap parpol. Adapun pemindahan
Majelis pertimbangan ke Jakarta, mengingat bahwa Jakarta merupakan pusat
pemerintahan dan tempat berdirinya berbagai organisasi pergerakan. Sedangkan
hal yang terakhir adalah upaya PPPKI dalam rangka membela para pemimpin
pergerakan yang pada masa itu diasingkan, antara lain, Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta, dan Sutan Sjahrir.
Sementara itu, pada paruh kedua
decade1930-an karena reaksi dari pemerintah colonial, PPPKI tidak bias
mempertahankan aksinya lagi. Tambahan pula, upaya-upaya Ir. Soekarno untuk memperbaiki
dan mendorong aksi-aksi PPPKI tidak bias dilakukan lagi. Kondisi ini
menyebabkan sikap pergerakan mencari format baru dalam mempersatukan
partai-partai yang ada melalui Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Pembentukan GAPI
Kepasifan PPPKI menyebabkan
tenggelamnya persatuan itu. Oleh karena itu, diperlukan wadah baru untuk
merapatkan barisan dalam menentang penjajah Belanda. Hal ini ditempuh karena
beberapa sebab. Pertama, tidak adanya keputusan yang bersifat politik baik dari
MIAI sebagai organisasi religius maupun Parindra dari non religius
(Kartodirdjo, 1990: 185). Kedua, tersumbatnya Volksraad dalam
mengeluarkan aspirasi Bangsa Indonesia melalui kaum pergerakan. Mandegnya
fraksi nasional dan ditolaknya Petisi Soetardjo merupakan contoh dari kegagalan
ini. Ketiga,
kegagalan Badan Perantaraan Partai-partai Politik Indonesia (BAPEPPI) dalam
melaksanakan programnya. Keempat, melalui heterogenitas
Indonesia dikumandangkan rencana Colijn untuk membentuk negara-negara pulau
sebagai reaksi dari politik devide et impera. Selain faktor-faktor di atas, hal
yang tidak kalah pentingnya adalah situasi internasional pada saat itu.
Alasan ini pula yang melatarbelakangi
inisiatif Husni Thamrin (Parindra) mengadakan rapat tanggal 19 Maret 1939 untuk
mendirikan badan konsentrasi yang baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas,
maka pada tanggal 21 Mei 1939 diadakan rapat umum yang menghasilkan pembentukan
konsentrasi nasional, Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Sesuai dengan anggaran
dasarnya tujuan GAPI adalah:
1)
Menghimpun
organisasi-organisasi politik bangsa Indonesia untuk bekerja bersama-sama.
2)
Menyelenggarakan
kongres Indonesia.
Pada bagian lain anggaran dasarnya
disebutkan, bahwa Gabungan Politik Indonesia berdasarkan kepada beberapa hal
berikut.
1)
Hak
untuk menentukan dan mengurus nasib bangsa sendiri.
2)
Persatuan
Nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasar kerakyatan dalam paham
politik.
3)
Persatuan
aksi seluruh pergerakan Indonesia.
Meskipun persatuan nasional merupakan
dasar aksi GAPI, akan tetapi dalam kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum
pergerakan tidak bisa diabaikan begitu saja. Bagaimanapun hal ini akan
mempengaruhi bahkan menghambat pencapaian tujuan GAPI. Perpecahan tersebut
terlihat ketika berdidinya Golongan Nasional Indonesia di samping adanya Fraksi
Nasional. Di samping itu, di antara anggota-anggota pun terdapat perbedaan yang
tidak bisa diselesaikan. Terdapatnya anggota-anggota GAPI, Parindra, PSII, PII,
Pasundan dan Gerindo yang mempunyai konflik: PII Sukiman dengan PSII Abikusno;
Gerindo dengan Moh. Yamin. Sementara itu perpecahan kaumm pergerakan tidak
menjadi penghalang utama bagi GAPI untuk melakukan aksi-aksinya.
Pada rapatnya tanggal 4 Juli 1939
GAPI memutuskan pendirian Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Pembentukan kongres
ini merupakan pelaksanaan program GAPI. Disamping itu GAPI melakukan aksi
Indonesia Berparlemen. Dengan aksi ini diharapkan pemerintah Nederland memberi
peluang untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan rakyat melalui Kongres
Rakyat Indonesia. Tujuan ini dikemukakan berhubung dengan timbulnya Perang
Dunia II. Bertalian dengan hal di atas, GAPI juga menawarkan hubungan kerja
sama Indonesia dengan Belanda, dengan harapan adanya perhatian Belanda terhadap
aspirasi rakyat Indonesia. Hal ini untuk merealisasikan keputusan-keputusan
konferensi GAPI yang dilangsungkan pada tanggal 19 dan 20 September 1939,
antara lain sebagai berikut.:
1)
Perlunya
dibentuk parlemen yang anggota-anggotanya dipilih dari dan oleh rakyat,
pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlemen itu.
2)
Jika
keputusan No. 1) dipenuhi, maka GAPI akan memaklumkan kepada rakyat untuk
mendukung Belanda.
3)
Anggota-anggota
GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan GAPI (Pringgodigdo, 1980: 145).
Dalam berbagai konferensi dan
resolusi, GAPI ternyata tetap mendesak pemerintah agar mengadakan parlemen
sejati; bagaimanapun Volksraad yang ada tidak representatif bagi rakyat
Indonesia. Oleh karena itu, aksi-aksi GAPI ―Indonesia Berparlemen‖ merupakan
program yang terus-menerus dan disebarluaskan kepada semua partai baik anggota
GAPI maupun anggota Kongres Rakyat Indonesia. Tambahan pula, bahwa GAPI sebagai
badan pekerja KRI itu sudah menjadi kewajiban GAPI untuk mempropagandakannya
oleh semua Komite Indonesia Berparlemen di seluruh Indonesia.
Tuntutan GAPI, Indonesia Berparlemen,
ternyata kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Alasan yang dikemukakannya
adalah bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan status kenegaraan Indonesia
akan dibicarakan setelah selesai perang. Kondisi Belanda yang diduduki Jerman
sejak bulan Mei 1940 ini tentu merupakan salah satu alasan bagi pemerintah
Belanda. Dan ketika pemerintah Netherland menjadi Exile Government di
London ini berarti semakin menjauhkan hubungan Indonesia dengan Belanda.
Akan tetapi desakan yang
terus-menerus dari GAPI ―Indonesia Berparlemen‖ telah memaksa Belanda membentuk
suatu panitia ―Commisie tot bestudering van staattrechtelijke hervormingen‖
(Panitia untuk mempelajari perubahan-perubahan tata negara). Panitia yang biasa
disebut Commisie Visman -nama ketuanya Visman- ini dibentuk pada bulan November
1940 dan laporannya ke luar tahun 1942 (Pringgodigdo, 1980: 196). Commisie
Visman sendiri meminta keterangan dari GAPI untuk melakukan penjelasan mengenai
Indonesia Berparlemen.
Melalui rapat Pleno GAPI pada tanggal
31 Januari 1941, aksinya GAPI mengajukan memorandum yang isinya sebagai
berikut:
A.
Bentuk
dan Susuna Parlemen.
1)
Parlemen
yang dicita-citakan oleh GAPIterdiri dari dua majelis, Majelis Pertama (Eerste
Kamer) dan Majelis Kedua (Tweede Kamer).
2)
Hak
anggota kedua Majelis diberikan pada penduduk Negara (Staatsburger) baik
laki-laki maupun perempuan.
3)
Semua
anggota dipilih:
a.
Rapat
Majelis Pertama, menurut aturan yang akan ditentukan, aturan mana harus memberi
tanggungan, supaya golongan-golongan atau aliran-aliran (groepeeringen en
stromingen) dalam masyarakat mendapat perwakilan yang pantas dan adil.
b.
Buat
Majelis Kedua oleh rakyat (staatsburger).
4)
Penduduk
Negara terdiri pada asasnya dari ―Netherlandsh Onderdaan‖ yang sekarang.
5)
Pemilihan
dari anggota majelis kedua dilakukan atas dasar berimbangan (evenredigheid) dan
pembagian dalam daerah-daerah (regional).
6)
Hak
memilih adalah umum dan langsung.
7)
Hak
memilih pada azasnya diberikan kepada tiap-tiap penduduk Negara.
8)
Jumlah
anggota Majelis Pertama dan Majelis Kedua adalah masing-masing sedikitnya 100
dan 200.
9)
Parlemen
adalah kekuasaan Pembikin Hukum yang tertinggi.
10) Parlemen menentukan semua peraturan
yang mengenai kepentingan negara.
B.
Bentuk
Indonesia Berparlemen.
1)
Indonesia
adalah suatu negara dikepalai oleh seorang Kepala Negara (Staatshoofd).
2)
Kepala
Negara mempunyai hak veto (meminta dan menolak usulan parlemen), dan tidak
memberi pertanggungan kepada parlemen (ouschenbaar).
3)
Menteri-menteri
menanggung jawab.
4)
Kekuasaan
buat buat menjalankan pemerintahan adalah pada Kepala Negara.
5)
Kepala
Negara mengangkat dan melepas menteri-menteri sesudah bermusyawarah dengan
parlemen.
6)
Kepala
Negara dibantu oleh satu badan penasehat Raad Van Staat yang anggotanya
diangkat dan dilepas oleh Kepala Negara.
7)
Indonesia
dan Netherland menjadi satu serikat negara (Statenbond).
C.
Daya
upaya untuk menciptakan Indonesia Berparlemen.
1)
Harus
diadakan perubahan-perubahan tata negara dalam arti kata kemajuan dalam susunan
tata negara.
2)
Langkah-langkah
pertama yang dilakukan oleh pemerintah luhur (Oppersbestuur) c.q.
Pemerintah Hindia Belanda (Indische Regering).
a.
Mengangkat
seorang Gubernur Jenderal bangsa Indonesia.
b.
Mengangkat
seorang onserdirektur bangsa Indonesia buat tiap-tiap departemen c.q. menambah
tenaga Indonesia dalam pimpinan departemen-departemen.
c.
Mengangkat
lebih banyak bangsa Indonesia di dalam Raad van Indie.
d.
Mengangkat
Majelis Rakyat (volkskamer) di samping Volksraad yang sekarang.
e.
Melakukan
pemilihan-pemilihan buat anggota-anggota Majelis Rakyat, menurut aturan
pemilihan umum dan langsung atas dasar pertimbangan (evendigheid) dan pembagian
dalam daerah-daerah (regional).
f.
Memberikan
hak dua memilih dan buat dipilih buat pemilihan anggota-anggota Majelis Rakyat
pada penduduk negara, Rakyat Kerajaan Belanda (Nederlandsch Orderdaan) laki-laki
dan perempuan.
g.
Menentukan
wakil-wakil pemilih baik laki-laki maupun perempuan (Kiesmanen en Kiesvrowen)
buat yang tidak pandai membaca dan menulis salah satu tulisan di Indonesia.
3)
Volksraad
dan Majelis Rakyat bersama-sama menjadi perwakilan rakyat.
4) Pemerintah dan Perwakilan Rakyat bersama-sama menjadi
―Pemerintah Berdiri Sendiri‖ (Self Government).
5) Pemerintah berdiri sendiri mengatur
kepentingan negara (Begrooting, dll).
6) Pemerintah
luhur (Opperbestuur) dan pemerintah berdiri sendiri (Self Government)
bersama-sama menentukan:
a.
Hukum
Dasar Negara (constitutie) yang harus disusun sedemikian rupa sehingga
tidak saja susunan tata negara, tetapi susunan sosial ekonomi dan masyarakat
juga diatur menurut atas kerakyatan (Demokrasi).
b.
Perhubungan
dengan negara-negara lain.
c.
Peraturan-peraturan
kepentingan pertahanan (pembelaan) negara.
7) Susunan tata negara yang menciptakan Indonesia
Berparlemen hendaklah tercapai dalam 5 tahun, jika perlu menggunakan
staatsnoodrecht (Penjedar, no. 9, 27 Februari 1941; EYD dari penulis).
8) Memorandum
yang diajukan GAPI itu menunjukan bahwa bangsa Indonesia mempunyai keinginan
dan kemampuan untuk mengurus sendiri bangsa dan negaranya. Hal ini juga
sekaligus menghapus ketidakpercayaan pemerintah kolonial yang selalu menganggap
bahwa bangsa Indonesia masih mentah dan belum bisa menyelenggarakan pemerintah
sendiri.
Memorandum yang diajukan GAPI itu
menunjukan bahwa bangsa Indonesia mempunyai keinginan dan kemampuan untuk
mengurus sendiri bangsa dan negaranya. Hal ini juga sekaligus menghapus
ketidakpercayaan pemerintah kolonial yang selalu menganggap bahwa bangsa
Indonesia masih mentah dan belum bisa menyelenggarakan pemerintah sendiri.
Sebagaimana dijelaskan pada butir
C.2.d bahwa pemerintah Hindia Belanda akan mengadakan Majelis Rakyat. Meskipun
aksi GAPI ditolak, akan tetapi Majelis Rakyat Indonesia terbentuk sebagai
pengganti Kongres Rakyat Indonesia (13-14 September 1941). Pembentukan MRI itu
juga tidak lepas dari tujuan GAPI semula: mencapai kesentosaan dan kemuliaan
rakyat yang berdasarkan demokrasi. Tambahan pula MRI ini dianggap sebagai suatu
badan perwakilan rakyat Indonesia, dimana di dalamnya terdapat GAPI, MIAI, dan
PVPN. Jika dilihat anggota-anggotanya MRI ini dapat dikatakan sebagai
koonmsentrasi nasional. Apalagi ia merupakan badan yang meliputi seluruh
pergerakan rakyat. Akan tetapi unsur dari GAPI mempunyai pengaruh terbesar
dalam MRI. Agar terlihat aktivitas dan orientasi komsentrasi nasional PPPKI dan
GAPI.